Mabadi Khaira Ummah. 1. As-Sidqu (berlaku jujur) yaiusifat kejujuran atu kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan. Kejujuran adalah satunya kata dan perbuatan, ucapan dan pikiran. Jujur dalam bertukar pikiran artinya adlah mencari maslahat dan kebenaran serta bersedia mengakui dan menerima pendapat yang lebih baik. 2. al-Aamanah wal wafa
PengertianMabadi Khaira Ummah. Arti harfiahnya dasar, asas, atau prinsip-prinsip dasar yang melandasi terbentuknya ummat yang terbaik. Arti Istilahnya gerakan pembentukan identitas dan karakter warga NU, melalui penanaman nilai-nilai yang dapat dijadikan prinsip-prinsip dasar (mabadi) agar ummat mampu melaksanakan amar makruf nahi munkar.
Penjabarankonsep khaira ummah dalam ayat tersebut di atas menurut kalangan tafsir ialah menebarkan energi positif terutama kepada umat manusia tanpa membedakan jenis kelamin, golongan, etnik, kewaarganegaraan, warna kulit, agama, dan kepercayaannya masing-masing. Tidak termasuk khaira ummah bagi orang yang suka menghina dan menghujat orang
Kata“Ahlun” dalam penggunaan sehari-hari mempunyai persamaan kata (synonym) dengan Shaahibun yang artinya pemilik; sahabat akrab. Kata “Sunnatun” ditinjau dari penggunaan istilah dalam islam mencakup: Mabadi’ Khaira Ummah (مبادئ خير
.
Mabadi Khaira Ummah – Sebelum ke pembahasan, perlu kita cermati dulu mengenai perbedaan konteks zaman antara masa kali pertama pencetusan Mabadi Khaira Ummah dan Mabadi Khaira Ummah pada masa sekarang. Tentu akan kita temukan perubahan sosial yang terjadi dalam kurun sejarah tersebut. Alhasil, perbedaan konteks tersebut akhirnya membawa konsekuensi yang tidak zaman tersebut tentunya memancing pula perkembangan kebutuhan-kebutuhan internal NU yang pada akhirnya memutuskan membuat beberapa penyesuaian dan pengembangan gerakan Mabadi Khaira semula Mabadi Khaira Ummah hanya memuat tiga butir nilai, yaitu Ash-Shidqu, al-Amanah Wal Wafa Bi al-'Ahdi, dan At-Ta'awun, kini ditambah lagi dengan dua butir akhlak, yaitu Al-Adalah dan Al’Istiqamah. Tujuan penambahan ini adalah untuk mengantisipasi persoalan dan kebutuhan demikian, Mabadi Khaira Ummah zaman sekarang memiliki lima butir nilai yang dapat pula disebut sebagai Mabadi Khamsah. Berikut penjabarannya1. Ash-ShidquMaksudnya adalah memiliki integritas kejujuran. Butir ini memiliki arti kejujuran pada diri sendiri, sesama, dan kepada Allah sebagai pencipta. Kejujuran adalah satunya kata dengan perbuatan, ucapan dengan pikiran. Apa yang diucapkan sama dengan yang di dalam hal ini berarti tidak plin-plan dan tidak dengan sengaja memutar balikkan fakta atau memberikan informasi yang menyesatkan. Dan tentu saja jujur pada diri sendiri. Termasuk dalam pengertian ini adalah jujul dalam bertransaksi dan jujur dalam bertukar pikiran. Maksudnya adalah mencari maslahat dan kebenaran serta bersedia mengakui dan menerima pendapat yang lebih baik. Al-Amanah Wa al-Wafa' Bi al-'AhdiMaksudnya adalah terpercaya dan taat memenuhi janji. Butir ini memuat dua istilah yang saling terkait, yaitu al-amanah dan al-wafa bi-al’ahdi. Terpercaya atau dapat dipercaya adalah sifat yang diletakkan pada seseorang yang dapat melaksanakan semua tugas yang dipikulnya, baik yang bersifat agama maupun bersifat sifat ini, orang akan menghindari dari segala bentuk pembekalan dan manipulasi tugas atau jabatan. Nabi pernah bersabda, “Sampaikanlah amanat itu kepada orang yang memberi kepercayaan kepadamu, dan jangan mengkhianati orang yang berkhianat kepadamu.” HR. Tirmidzi3. At-Ta’awunAt-Ta’awun merupakan sendi utama dalam tata kehidupan masyarakat. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan pihak lain. Pengertian Ta’awun meliputi tolong-menolong, setia kawan dan gotong royong dalam kebaikan dan Al Mawardi mengaitkan pengertian “Al-Birru” kebaikan dengan kerelaan manusia dan takwa dengan Ridha Allah. Memperoleh keduanya berarti memperoleh kebahagiaan yang juga mengandung pengertian timbal balik dari masing-masing pihak untuk memberi dan menerima. Oleh karena itu, sikap takwa mendorong setiap orang untuk berusaha dan bersikap kreatif agar dapat memiliki sesuatu yang dapat disumbangkan kepada orang lain dan kepada kepentingan bersama. Mengembangkan sikap ta'awun berarti juga mengupayakan tolong-menolong akan memiliki timbal balik yang akan kembali kepada dirinya sendiri. Maksudnya, ketika seseorang selalu menolong orang lain, maka Allah pun juga akan selalu Abu Hurairah ra., ia berkata bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Allah selalu menolong seseorang yang selama hamba itu menolong saudaranya.” HR. Muslim4. Al-AdalahMaksudnya adalah tegak lurus dalam meneguhkan rasa adil dan keadilan. Nilai butir ini memiliki pengertian obyektif, proporsional dan taat asas. Nilai ini juga mengharuskan seseorang berpegang kepada kebenaran obyektif dan menempatkan segala sesuatu pada penilaian sangat mungkin terjadi akibat pengaruh emosi, sentimen pribadi atau kepentingan egoistik. Distraksi semacam ini dapat menjerumuskan orang ke dalam kesalahan fatal dalam mengambil sikap terhadap suatu persoalan. Buntutnya sudah tentu adalah kekeliruan bertindak yang bukan saja tidak menyelesaikan masalah, tetapi menambah-nambah kerancuan. Lebih-lebih jika persoalan menyangkut perselisihan atau pertentangan di antara berbagai pihak. Dengan sikap objektif dan proporsional, distorsi semacam ini tentu dapat IstiqamahIstiqomah mengandung pengertian berkesinambungan, tetap dan tidak bergeser dari jalur sesuai dengan ketentuan Allah dan rasul-Nya. Maksud dari berkesinambungan adalah konsistensi dari keterkaitan antara satu kegiatan dengan kegiatan lain dan antara satu periode dengan periode lain sehingga kesemuanya tadi membentuk satu kesatuan yang tak terpisahkan dan saling menopang seperti sebuah makna berkelanjutan adalah bahwa pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut merupakan proses yang berlangsung terus-menerus tanpa mengalami kemandekan, atau merupakan suatu proses maju progressing, bukannya berjalan di tempat stagnant.Butir nilai ini didasarkan pada hadis Nabi berikut,“Sebaik-baiknya amal menurut Allah adalah yang dilakukan oleh pemiliknya pelakunya terus-menerus walaupun sedikit.” Muttafaq AlaihDemikianlah prinsip-prinsip dari Mabadi Khaira Ummah atau Mabadi Khamsah. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam
Mabadi Khaira Ummah merupakan langkah awal pembentukan “umat terbaik” Khaira Ummah yaitu masyarakat yang mampu melaksanakan tugas-tugas amar makruf nahi munkar yang merupakan prinsip yang harus diterapkan dalam PMII dengan merujuk pada Khittah Nahdlatul Ulama’. Khittah Nahdlatul Ulama adalah landasan berpikir, bersikap dan bertindak warga muslimin yang harus dicerminkan dalam tingkah-laku perseorangan maupun organisasi serta dalam setiap pengambilan keputusan. Pada awal perjuangan, para ulama mengamati adanya pergeseran perilaku masyarakat, yakni makin langkanya kejururan dan merebaknya konflik. Semakin merajalelanya perbedaan pendapatan antara si kaya dan si miskin, serta makin suburnya sikap individualisme dan keengganan untuk berbagi kebahagiaan, yang dapat dengan mudah ditemui di dalam masyarakat saat ini . Maka dari itu, perlu adanya implementasi amar makruf nahi mungkar. Amar ma’ruf adalah mengajak dan mendorong perbuatan baik yang bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat. Sedangkan nahi mungkar adalah menolak dan mencegah segala hal yang dapat merugikan, merusak dan merendahkan, nilai-nilai kehidupan. Prinsip dasar yang menjadi landasan munculnya konsep “Mabadi Khaira Ummah” yaitu berdasarkan Al – Qur’an Surat Ali Imran ayat 110 yang Artinya “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” Terdapat lima pilar utama yang mampu menguatkan sahabat-sahabati dalam mengimplemetasikan mabadi khaira ummah, yaitu Ash Shidq Pilar ini mengandung arti kejujuran/kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan. Kejujuran/kebenaran adalah satunya kata dengan perbuatan, ucapan dengan pikiran. Apa yang diucapkan sama dengan apa yang ada di bathin. Jujur dalam hal ini berarti tidak plin-plan dan tidak dengan sengaja memutarbalikkan fakta atau memberikan informasi yang menyesatkan. Jujur yang pertama tentu saja jujur pada diri sendiri. Termasuk dalam pengertian ini adalah jujur dalam bertransaksi dan jujur dalam bertukar pikiran. Jujur dalam bertransaksi artinya menjauhi segala bentuk penipuan demi mengejar keuntungan. Jujur dalam bertukar pikiran artinya mencari mashlahat dan kebenaran serta bersedia mengakui dan menerima pendapat yang lebih baik. Al Amanah Wal Wafa Bil Ahd Pilar ini memuat dua istilah yang saling terkait, yakni al-amanah dan al-wafa’ bil ’ahd. Amanah secara lebih umum maliputi semua beban yang harus dilaksanakan, baik ada perjanjian maupun tidak. Sedang al-wafa’ bil ahd konteks yang berlaku hanya berkaitan dengan perjanjian. Kedua istilah ini digabungkan untuk memperoleh satu kesatuan pengertian mengenai kesadaran setiap insan terhadap lain nya yang meliputi dapat dipercaya, setia dan tepat janji. Dapat dipercaya adalah sifat yang diletakkan pada seseorang yang dapat melaksanakan semua tugas yang dipikulnya, baik yang bersifat diniyah maupun ijtima’iyyah. Dengan sifat ini orang menghindar dari segala bentuk pembekalaian dan manipulasi tugas atau jabatan. Setia merupakan sikap untuk tak berpaling dari tujuan awal. Niat diawal perjalanan merupakan kunci kesetiaan tersebut. Sedangkan tepat janji adalah perilaku untuk senantiasa memegang teguh apa yang telah disandarkan kepadanya. Al Adalah’ Bersikap adil al’adalah mengandung pengertian obyektif, proposional dan taat asas. Butir ini mengharuskan orang berpegang kepada kebenaran obyektif dan menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Distorsi penilaian sangat mungkin terjadi akibat pengaruh emosi, sentimen pribadi atu kepentingan egoistik. Distorsi semacam ini dapat menjerumuskan orang kedalam kesalahan fatal dalam mengambil sikap terhadap suatu persolan. Buntutnya sudah tentu adalah kekeliruan bertindak yang bukan saja tidak menyelesaikan masalah, tetapi bahkan menambah-nambah keruwetan. Lebih-lebih jika persolan menyangkut perselisihan atau pertentangan diantara berbagai pihak. Dengan sikap obyektif dan proposional distorsi semacam ini dapat dihindarkan. bersikap adil harus senantiasa dibarengi dengan penerimaan semua golongan sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. At Ta’awun At-ta’awun merupakan sendi utama dalam tata kehidupan masyarakat manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan pihak lain. Pengertia ta’awun meliputi tolong menolong, setia kawan dan gotong royong dalam kebaikan dan taqwa. dalam hal ini, Imam al-Mawardi mengaitkan pengertian al-birr kebaikan dengan kerelaan manusia dan taqwa dengan ridla Allah SWT. Memperoleh keduanya berarti memperoleh kebahagiaan yang sempurna. Ta’awun juga mengandung pengertian timbal balik dari masing-masing pihak untuk memberi dan menerima. Oleh karena itu, sikap ta’awun mendorong setiap orang untuk berusaha dan bersikap kreatif agar dapat memiliki sesuatu yang dapat disumbangkan kepada orang lain dan kepada kepentingan bersama. Mengembangkan sikap ta’awun berarti juga mengupayakan konsolidasi. Al Istiqomah Istiqamah mengandung pengertian ajeg-jejeg, berkesinambungan dan berkelanjutan. Ajeg-jejeg artinya tetap dan tidak bergeser dari jalur thariqah sesuai dengan ketentuan Allah SWT dan rasul-Nya. Lalu tuntunan yang diberikan oleh salafus shalih dengan segala aturan main nya serta rencana-rencana yang disepakati bersama. Kesinambungan artinya keterkaitan antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lain dan antara satu periode dengan periode yang lain sehingga kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dan saling menopang seperti sebuah bangunan. Sedangkan makna berkelanjutan adalah bahwa pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut merupakan proses yang berlangsung terus menerus tanpa mengalami kemandekan, merupakan suatu proses maju progressing bukannya berjalan di tempat. Dari lima pilar yang menjadi penguat dalam implementasi amar makruf nahi mungkar, semuanya dapat menjadi faktor perubahan yang signifikan khususnya dalam dunia kampus selaku aktivis pergerakan. Amar makruf nahi mungkar yang merupakan bagian dari nilai-nilai dasar pergerakan mampu menjadi kontrol sosial dalam ranah kehidupan di kampus, selain itu dapat menjadi pedoman pokok perubahan yang mengarah kepada hal yang lebih baik. Harapannya setiap aktivis pergerakan mampu menerapkan pilar-pilar amar makruf nahi mungkar ini untuk menjadikan dunia perguruan tinggi menjadi lebih baik dan teratur. Wallaahu A’lam Bisshowab. Noted Arsip Bidang Keagamaan PMII Rayon FISIP Universitas Jember Masa Khidmat 34
Oleh Muhammad Syamsudin Mabadi Khaira Ummah, atau yang biasa disebut sebagai prinsip dasar fondasi menuju khaira ummah umat terbaik sudah dicanangkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang saat itu masih berstatus HBNO Himpunan Besar Nahdlatul Oelama pada yajim 1992. Fondasi ini tertuang secara tegas lewat Keputusan Munas Alim Ulama di Lampung Nomor 04/Munas/1992 tentang Mabadi’ Khaira Ummah. Jika membaca hasil keputusan itu, cukup menarik melihat pesan sejarah yang turut diungkap menjadi bagian lahirnya Mabadi’ Khaira Ummah tersebut. Ada singgungan yang secara tegas disampaikan dalam bagian muqaddimahnya, yaitu hasil dari Konggres NU XIII Tahun 1935. Perlu diketahui bahwa Kongress NU XIII Tahun 1935 mengamanatkan bahwa kendala utama untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan menegakkan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah di tubuh Nahdlatul Ulama, salah satunya disebabkan karena lemahnya posisi ekonomi warga Nahdliyin. Untuk itulah maka diperlukan langkah antisipatif dan sekaligus membuka ruang inovasi agar kelemahan dalam bidang ekonomi itu bisa dijembatani sehingga gagasan menuju khaira ummah bisa tercapai. Nah, lahirnya Keputusan No. 04/MUNAS/1992 adalah termasuk kilas balik dan evaluasi terhadap langkah yang sudah diambil dalam pembangunan bidang ekonomi tersebut. Lalu dengan dikeluarkannya fondasi dasar khaira ummah Mabadi’ Khaira Ummah salah satunya adalah dengan harapan dapat dijadikan pilar/payung hukum sekaligus landasan gerak bagi warga Nahdliyin. Hasil dari Munas Lampung Tahun 1992 ini, sekaligus memberi mandat bagi diadakannya sosialisasi Mabadi’ Khaira Ummah melalui program lailatul ijtima’-lailatul ijtima’ di tubuh Nahdliyin khususnya pada wilayah ranting. Di tingkatan cabang, muncul gerakan pembai’atan yang fokusnya sebenarnya ditujukan sebagai wadah konsolidasi warga khususnya pengurus sehingga mereka bekerja secara konsekuen mewujudkan cita-cita NU. Cita-cita umum itu adalah upaya mewujudkan khaira ummah, dan salah satunya melalui pembangunan dunia ekonomi. Terkait dengan pembangunan di bidang ekonomi ini, Hadratussyeikh KH. Hasyim Asy’ari pernah secara khusus menyampaikan maklumat, yang bunyinya “Wahai pemoeda putera bangsa yang tjerdas pandai dan oestadz yang moelia, mengapa kalian tidak mendirikan saja soeatoe badan ekonomi jang beroperasi, di mana setiap kota terdapat satoe badan oesaha jang otonom.” Secara khusus maklumat ini diamanatkan dan dimuat dalam Statuten NU, Fatsal 3 Poin f, yang berbunyi “Mendirikan badan-badan oentoek memadjoekan oeroesan pertanian, perniagaan dan peroesahaan jang tiada dilarang oleh sjara’ Agama Islam.” Dengan menyimak bunyi Statuten ini, maka sebenarnya mandat pembangunan ekonomi itu sudah lama disuarakan oleh NU. Dan tahun 1992, merupakan tahun evaluasi, apakah sudah sampai pada yang dimaksud oleh Hadlratu al-Syeikh apa belum. Karena masih jauh, maka keluarlah Keputusan MUNAS tentang Mabâdi’ Khaira Ummah tersebut. Isi dari Mabadi’ Khaira Ummah hakikatnya ada tiga yang menjadi titik tekan nilai pentingnya dan sekaligus seharusnya menjadi sikap bagi pengurus sekaligus warga Nahdliyin pada umumnya, yaitu 1. Mengupayakan terbentuknya watak al-shidq jujur dan benar dalam setiap ucapan dan tindakan kecuali untuk hal yang dirasa dlarurat 2. Hendaknya pengurus dan warga naahdliyin memiliki sikap al-amanah wa al-wafa’ bi al-ahd, yaitu amanah dan sekaligus siap menepati janji konsekuen 3. Hendaknya warga Nahdliyin memupuk rasa saling ta’awun tolong menolong internal warga Nahdliyin secara khusus dan umumnya dengan umat Islam lainnya selagi tidak dalam urusan yang melanggar syara’ Dari ketiga sikap itu, muncul dua sikap lainnya yang hendaknya dipupuk yaitu sikap al-adâlah adil dalam tindakan dan tidak berat sebelah serta istiqâmah konsisten dalam mengupayakan tercapainya khaira ummah. Nah, setelah perjalanan selama kurang lebih 27 tahun dan 28 tahun untuk tahun 2020 yang akan datang, maka diperlukan langkah evaluatif. Langkah evaluatif itu adalah 1. Apakah selama ini LINU Lailatul Ijtima’ NU sudah berhasil menyosialisasikan mabadi’ khaira ummah tersebut? 2. Apakah tujuan dari pembangunan ekonomi dan kemandirian umat ini sudah terlaksana oleh masing-masing pengurus dan setiap warga Nahdliyin? 3. Jika sudah, maka langkah apa selanjutnya yang perlu diambil guna mewujudkan prinsip pembangunan ekonomi dalam rangka terbentuknya khaira ummah tersebut? 4. Jika belum, apa yang menjadi kendala bagi terlaksananya gerakan ekonomi itu? Ke depan, umat Islam Indonesia akan berhadapan dengan Revolusi Industri Tentu langkah mewujudkan khaira ummah ini akan menjadi semakin berat dibanding tantangan yang muncul di era Mbah Wahab ketika beliau berinisiatif mendirikan Nahdlatu al-Tujjar dengan prinsip Syirkah Inan. Jika era Mbah Wahab, konteks zaman yang dihadapi adalah ekonomi kolonialisme, maka di era sekarang, yang dihadapi bukan lagi sekedar ekonomi kolonial berbasis monopoli pasar, melainkan juga generasi milenial yang memiliki watak berbeda dengan generasi Mbah Wahab. Di Era Mbah Wahab, generasi Islam yang dihadapi adalah generasi santri yang terbuai dengan pesan-pesan romantis teks keagamaan, menjauhi dunia, tajrid, dan lain sebagainya yang menghendaki didobrag. Era sekarang justru merupakan kebalikannya. Era sekarang adalah era ekonomi kreatif yang bisa diciptakan melalui berbagai saluran dengan memanfaatkan peran teknologi. Lantas, khaira ummah yang dikehendaki itu yang bagaimana lagi sekarang? NU akan berperan memberi warna terhadap generasi milenial-kah atau tetap bertahan dan berkutat pada nuansa-nuansa keagamaan dengan fokus pada kajian kitab saja? Kiranya, 27 tahun perjalanan Keputusan Mabadi Khaira Ummah memerlukan langkah antisipatif dan inovatif ke depan. Bagaimanapun, setelah ada fondasi, maka bangunan yang di atasnya adalah mengikuti fondasi itu bagaimana dikonsepsikan. Asesoris dinding bangunan rumah ke-NU-an ini tergantung pada generasi muda yang dimilikinya. Ingat bahwa, potensi kader NU terakhir untuk generasi yang berada di kisaran minimal usia 17 tahun adalah sebesar 79,04 juta jiwa dari seluruh muslim Indonesia. Sebuah potensi kader yang luar biasa besarnya yang merupakan modal dasar tersendiri bagi NU. Modal menuju khaira ummah yang dicita-citakan. Mari fokus mewujudkan! Penulis adalah Wakil Sekretaris Bidang Maudluiyah – PW LBM NU Jawa Timur, dan Peneliti Bidang Ekonomi Syariah – Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur
mabadi khaira ummah artinya